Perbedaan Pergundikan Zaman Kolonial dengan Sekarang
agen poker - WANITA selalu menjadi objek kaum pria. Kaum hawa ini dianggap lemah, tak bisa melakukan apa-apa.
Pada zaman kolonial Belanda praktik pergundikan menimpa wanita-wanita pribumi. Pergundikan sendiri adalah suatu praktik di masyarakat berupa ikatan hubungan di luar perkawinan antara seorang perempuan (disebut gundik) dan seorang laki-laki dengan alasan tertentu.
Alasan yang paling umum biasanya adalah karena perbedaan status sosial, ras, dan agama. Selain itu, pergundikan terjadi karena adanya larangan dalam masyarakat untuk memiliki lebih dari satu istri. Praktik memelihara selir atau harem merupakan salah satu bentuk pergundikan.
Dalam diskusi bedah buku karya Mas Marco Kartodikromo berjudul 'Mata Gelap' yang berkisah tentang “Kolonialisme, Pergundikan dan Nasionalisme”, ketua Aksi Perempuan Indonesia-Kartini (API-Kartini), Minaria Christy Natalia, mengatakan pergundikan atau pelacuran zaman kolonialisme dilakukan wanita memiliki misi perjuangan melawan penjajahan.
“Seperti yang dilakukan Nyai Ontosoroh atau Nyai Dasimah, meski mereka adalah istri simpanan, namun di balik itu mereka melawan penjajahan kolonial. Dengan menjadi mata-mata untuk mengetahui strategi politik bangsa Belanda,” papar Minaria.
Sedangkan pelacuran saat ini dilakukan wanita hanya untuk memuaskan diri secara materi atau memperkaya diri. Jadi, gundik zaman dulu bisa pula sebagai pahlawan yang berjuang untuk bangsa ini.
Pada zaman kolonial Belanda praktik pergundikan menimpa wanita-wanita pribumi. Pergundikan sendiri adalah suatu praktik di masyarakat berupa ikatan hubungan di luar perkawinan antara seorang perempuan (disebut gundik) dan seorang laki-laki dengan alasan tertentu.
Alasan yang paling umum biasanya adalah karena perbedaan status sosial, ras, dan agama. Selain itu, pergundikan terjadi karena adanya larangan dalam masyarakat untuk memiliki lebih dari satu istri. Praktik memelihara selir atau harem merupakan salah satu bentuk pergundikan.
Dalam diskusi bedah buku karya Mas Marco Kartodikromo berjudul 'Mata Gelap' yang berkisah tentang “Kolonialisme, Pergundikan dan Nasionalisme”, ketua Aksi Perempuan Indonesia-Kartini (API-Kartini), Minaria Christy Natalia, mengatakan pergundikan atau pelacuran zaman kolonialisme dilakukan wanita memiliki misi perjuangan melawan penjajahan.
“Seperti yang dilakukan Nyai Ontosoroh atau Nyai Dasimah, meski mereka adalah istri simpanan, namun di balik itu mereka melawan penjajahan kolonial. Dengan menjadi mata-mata untuk mengetahui strategi politik bangsa Belanda,” papar Minaria.
Sedangkan pelacuran saat ini dilakukan wanita hanya untuk memuaskan diri secara materi atau memperkaya diri. Jadi, gundik zaman dulu bisa pula sebagai pahlawan yang berjuang untuk bangsa ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar