www.bintang365.com
AGEN POKER - Kisah ini terjadi sekitar tiga bulan setelah Sherin mengalami mimpi
buruknya dengan Imron, si penjaga kampus bejat itu. Saat itu adalah lima
hari menjelang Lebaran, Sherin sudah tiga hari di rumah tanpa orang
tuanya karena keduanya sedang ke luar kota menghadiri pernikahan famili.
Tinggallah dia di rumah yang besar itu dengan dua orang pembantunya
Mbak Jum dan Mbak Narti serta seorang tukang kebun tua, Pak Udin.
Sebenarnya ada seorang pembantu lagi, Mbak Milah tapi dia sudah minta
ijin mudik sehari sebelum kedua orang tuanya berangkat. Hari itu jam
sepuluh pagi, Mbak Jum dan Narti pun berpamitan pada Sherin untuk mudik,
Sherin sebelumnya memang sudah diberitahu hal ini oleh mamanya dan
dititipi sejumlah uang untuk mereka. Maka Sherin pun menyerahkan kedua
amplop berisi uang itu kepada mereka sebelum mereka meninggalkannya.
“Cepetan balik yah Mbak, saya sendirian nih jadinya !” pesan Sherin.
“Non nggak usah takut kan disini masih ada Pak Udin, oh iya makanan buat
siang nanti Mbak udah siapkan di meja, kalau dingin masukin oven aja
yah” kata Mbak Narti.
Akhirya kedua wanita itupun berangkat. Sherin sebenarnya agak risih di
rumah hanya berdua dengan Pak Udin, apalagi masih belum hilang dari
ingatannya kenangan pahit diperkosa mantan sopirnya, Nurdin dulu.
Dia ingin memanggil pacarnya Frans untuk menemaninya, namun sayang
pemuda itu baru berangkat bersama keluarganya ke Singapura kemarin.
Namun dia agak lega karena menurutnya Pak Udin bukanlah pria berbahaya
seperti mantan sopirnya itu, dia adalah pria berusia lanjut, 67 tahun
dan orangnya cukup sopan, kalau berpapasan selalu menyapanya walaupun
seringkali Sherin cuek karena sedang buru-buru atau tidak terlalu
memperhatikan. Ia baru bekerja di rumah mewah itu sebulan yang lalu
menggantikan tukang kebun sebelumnya, Pak Maman yang mengundurkan diri
setelah istrinya di kampung meninggal.
Setelah mengantarkan kedua pembantunya hingga ke pagar, Sherin kembali
ke dalam dan masuk ke kamarnya. Di sana dia mengganti bajunya dengan
baju fitness yang seksi, atasannya berupa kaos hitam tanpa lengan yang
menggantung ketat hingga bawah dada sehingga memperlihatkan perutnya
yang seksi, belum lagi keketatannya menonjolkan bentuk dadanya yang
membusung indah, sementara bawahannya berupa celana pendek yang
membungkus paha hingga sepuluh centi diatas lutut.
Setelah mengikat rambutnya ke belakang, dia segera turun ke bawah menuju
ruang fitness di belakang rumah. Ruang itu berukuran sedang dengan
dilapisi karpet kelabu, beberapa peralatan fitness tersedia disana
seperti treadmill, training bike, perangkat multi gym, hingga yang
kecil-kecil seperti abdomenizer dan barbel. Ruang fitness keluarga ini
memang cukup lengkap, disinilah Sherin sering berolahraga menjaga
kebugaran dan bentuk tubuhnya.
Sebelum mulai berolah raga Sherin menyalakan CD playernya dan
terdengarlah musik R&B mengalun dari speaker yang terpasang pada dua
sudut ruangan itu. Sherin memulai latihan hari itu dengan treadmill,
kira-kira dua puluh menit lamanya dia berjalan di atas papan treadmill
itu lalu dia berpindah ke perangkat multi gym.
Disetelnya alat itu menjadi mode sit up dan mulailah dia
mengangkat-angkat badannya melatih perut sehingga tidak heran jika dia
memiliki perut yang demikian rata dan mulus. Butir-butir keringat mulai
membasahi tubuh gadis itu, dari kening dan pelipisnya keringatnya
menetes-netes. Tiba-tiba Sherin merasa dirinya ada yang sedang
mengawasi, dia melayangkan pandangannya ke arah pintu geser yang
setengah terbuka dimana dilihatnya Pak Udin, si tukang kebun itu sedang
berdiri memandangi dirinya.
“Heh…ngapain Bapak disitu !?” hardik Sherin yang marah atas kelancangan Pak Udin yang masuk diam-diam itu.
“Nggak Non, abis nyiram tanaman aja kebetulan lewat sini ngeliat Non lagi olahraga” jawab pria itu.
“Ga sopan banget sih, masuk diem-diem gitu, keluar !!” bentak Sherin sambil menundingnya.
Sherin mulai merasa tidak enak dan takut ketika melihat pria tua itu
bukannya pergi malah diam saja menatap padanya lalu mengembangkan
senyum. Tidak, peristiwa seperti dulu tidak boleh terjadi lagi demikian
pikir Sherin, lagipula dia hanya seorang pria tua, bisa apa dia
terhadapnya, seburuk-buruknya kemungkinan pun paling melarikan diri dan
si tua itu tidak mungkin tenaganya cukup untuk mengejar.
“Bapak mulai kurang ajar yah” Sherin marah dan berdiri menghampirinya, “denger gak tadi saya bilang keluar !?”
“Keluar ya keluar Non, tapi ngomongnya baik-baik dikit dong, dasar lonte” kata Pak Udin.
Kedua kata umpatan terakhir itu memang diucapkan Pak Udin dengan suara
kecil, namun Sherin dapat mendengarnya sehingga kontan darahnya pun
semakin naik.
“Hei…omong apa tadi ?! Keluar sana, cepat beresin barang Bapak, Bapak
saya pecat sekarang juga, dasar orang tua ga tau diri !” Sherin
membentaknya dengan sangat marah.
Pak Udin tentu saja kaget karena umpatannya terdengar sehingga memancing
kemarahan nona majikannya itu, tapi sebentar saja senyumnya mengembang
kembali.
“Lho kenapa emangnya Non, emang bener kan kata saya tadi, sama penjaga kampus dan sopir aja Non mau kan ?” ujarnya enteng.
Mendengar itu Sherin langsung merasa seperti ada belati dilempar tepat
mengenai dadanya, dia langsung mati kutu dan terdiam selama beberapa
detik, rasa takut pun mulai melingkupi dirinya.
“Jangan ngomong sembarangan yah, saya telepon papa atau polisi kalau
perlu kalau Bapak macam-macam !” gertaknya sambil menutupi kegugupan.
“Ya silakan Non, telepon aja, ntar juga saya laporin Non pernah ada main
sama si Nurdin dulu, terus sama penjaga kampus Non juga”
Kemudian pria tua itu mulai menjelaskan bagaimana dia mengetahui
skandal-skandal seks gadis itu yang ternyata didapatnya dari Nurdin,
mantan sopirnya, yang juga tidak lain adalah keponakan pria itu.
Sherin diam seribu bahasa, rasanya lemas sekali membayangkan apa yang
akan terjadi selanjutnya. Pak Udin lalu mendekati Sherin yang berdiri
terpaku, tangan keriputnya memegang kedua lengannya yang mulus. Sherin
tidak bereaksi, batinnya mengalami konflik, dia sama sekali tidak ingin
melayani nafsu pria seusia kakeknya ini, namun apa daya karena pria ini
telah mengetahui aibnya yang dipakainya sebagai alat mengintimidasinya.
Tangan pria itu mulai membelai lengannya sehingga menyebabkan bulu kuduk
gadis itu serentak berdiri merasa geli dan jijik. Tangan kanannya naik
membelai pipinya lalu ke belakang kepalanya menarik ikat rambutnya
sehingga tergerailah rambut indahnya yang seminggu lalu baru diluruskan
dan dihighlight kemerahan.
“Cantik, bener-bener cantik !” gumam Pak Udin mengagumi kecantikan
Sherin, “Cuma sayang sifatnya jelek !” sambungnya sambil mendorong tubuh
gadis itu hingga jatuh tersungkur di lantai berkarpet.
“Aaaww !” jerit Sherin, namun sebelum dia sempat bangkit pria itu telah
lebih dulu meraih kedua lengannya, mengangkatnya ke atas kepala dan
mengunci kedua pergelangannya dengan tangan kiri sementara tangan
kanannya menyibak kaos fitnessnya sehingga payudaranya yang putih montok
berputing kemerahan itu terekspos.
Mata Pak Udin melotot seperti mau copot melihat keindahan kedua gunung itu. Tatapan mata itu membuat Sherin bergidik melihatnya.
“Dasar anak jaman sekarang, udah jadi lonte aja masih suka belagu !” kata Pak Udin sambil meremas payudara kirinya dengan gemas.
“Tau gak, Bapak sebenernya kasian ngedenger si Nurdin cerita tentang Non
itu, saya sempat tegur dia, terus saya pikir Non juga udah bertobat,
tapi selama saya kerja disini ternyata masih gitu-gitu aja.
Non tetap sombong dan suka marah-marah ke pembantu seperti kita, emang
Non pikir kita ini apa sih !?” pria itu dengan keras memarahinya.
“Jangan Pak, jangan begitu !” kata Sherin dengan suara bergetar.
Sementara Pak Udin terus mengagumi kedua payudara Sherin yang
menggemaskan itu, tangan kanannya terus berpindah-pindah meremasi kedua
payudara itu. Sherin sendiri menggeliat-geliat dan meronta tapi kuncian
Pak Udin pada pergelangan tangannya cukup kuat. Sentuhan tangan keriput
itu pada payudaranya mulai menimbulkan sensasi aneh, darahnya bergolak
dan nafasnya mulai tidak teratur.
“Cewek kaya Non gini emang harus dikasih pelajaran biar tau diri dikit,
sekalian Bapak juga mau ngerasain cewek cantik mumpung masih hidup
hehehe !” katanya terkekeh-kekeh.
“Aahh…sshhh….nngghh !” desah Sherin saat mulut Pak Udin melumat
payudaranya, lidahnya yang panas itu langsung mempermainkan putingnya
yang sudah mengeras.
Sherin benar-benar tidak berdaya saat itu karena nikmatnya, dia sudah
terbiasa mengalami pelecehan sejak menjadi budak seks Imron sehingga
nafsunya dengan cepat naik walau bercampur perasan benci pada
orang-orang yang mengerjainya.
Sambil masih mengunci pergelangan dan menciumi payudara nona majikannya,
pria tua itu menyusupkan tangan satunya ke celana pendek itu. Telapak
tangannya menyentuh vagina gadis itu yang ditumbuhi rambut-rambut lebat.
Tubuh Sherin berkelejotan dan mulutnya mengeluarkan desahan ketika
jari-jari pria itu menyentuh bibir vaginanya dan mulai mengorek-ngorek
liangnya, Sherin merasakan daerah itu semakin basah saja.
Pak Udin tersenyum puas melihat wajah terangsang Sherin yang bersemu
merah. Merasa Sherin sudah takluk dan tidak memberontak lagi, pria itu
mulai melepaskan kunciannya pada pergelangan gadis itu. Setelah melepas
kunciannya tangannya langsung menarik lepas kaos fitness yang tersingkap
itu sehingga membuat gadis itu topless. Keringat bagaikan embun
membasahi tubuh bagian atasnya hasil dari fitness barusan. Sherin hanya
bisa pasrah, matanya nerawang menatap langit-langit sambil sesekali
merem-melek menahan nikmat.
Mulut Pak Udin kini merambat naik ke lehernya sementara kedua tangannya
tetap bekerja meremas payudaranya dan mengobok-obok di balik celananya.
Sherin membuang muka ketika pria itu mencoba mencium bibirnya, terus
terang dia enggan dicium oleh tua bangka ini, melihat giginya yang mulai
ompong dan hitam-hitam saja jijik apalagi dicium. Dua kali dia membuang
muka ke kiri dan kanan sampai akhirnya Pak Udin berhasil memagut
bibirnya yang indah itu.
Dia menggeleng-gelengkan kepala berusaha lepas, tapi saat itu pria itu
menekankan jari tengahnya pada klitoris yang telah berhasil ditemukannya
sehingga otomatis pemiliknya mendesah dan mulutnya membuka. Saat itulah
lidah Pak Udin menyeruak masuk dan langsung menyapukan lidahnya di
dalam mulut. Ketika Pak Udin melumat bibirnya, Sherin memejamkan mata
menahan jijik, betapa tidak bibir Pak Udin yang sudah berkerut itu
sedang beradu dengan bibirnya yang mungil dan tipis.
Semula dia menanggapi ciuman tukang kebunnya itu dengan pasif, tapi
karena serangan-serangan pria itu pada daerah lainnya cukup gencar dan
membuat birahinya semakin bergolak, lidah Sherin mulai ikut bergerak
beradu dengan lidah kasar tukang kebunnya itu. Selama tiga menit lamanya
Pak Udin menindih tubuh anak majikannya itu sambil menciumi dan
menggerayangi tubuhnya. Pria itu merasakan jari-jarinya makin basah oleh
lendir dari kemaluan gadis itu.
Kemudian Pak Udin melepas ciumannya, air ludah mereka nampak saling
menjuntai ketika bibir keduanya berpisah. Berikutnya dia menarik lepas
celana pendek Sherin beserta celana dalamnya. Dia bangkit berdiri tanpa
melepaskan pandangan matanya yang penuh nafsu itu dari tubuh telanjang
nona majikannya. Dia mulai melepaskan kemeja lusuhnya memperlihatkan
tubuhnya yang hitam kerempeng lalu dia buka celananya sehingga
terlihatlah penisnya yang sudah tegang, bentuknya lumayan panjang,
pangkalnya ditumbuhi bulu-bulu yang setengah memutih.
Pak Udin memapah Sherin lalu membaringkannya di alat sit up, sebuah
platform yang berdiri membentuk sudut 45 derajat dengan lantai. Pria itu
berjongkok di depannya dan membuka kaki gadis itu. Wajahnya mendekat
hingga berjarak hanya sepuluh centi dari vagina gadis itu, matanya
menatap nanar kemaluan yang berbulu lebat dengan bagian tengah yang
memerah itu.
Sherin memalingkan wajah ke samping dan memejamkan mata, dia merasa malu
diperlakukan demikian, namun juga ada seperti rangsangan aneh yang
membuatnya merasa seksi. Dia bisa merasakan dengus nafas pria itu
menerpa vaginanya dan menambah sensasi nikmat.
“Ooohh…Paakk !” Sherin mendesah panjang sambil menggenggam erat pegangan
alat itu ketika lidah Pak Udin menyapu bibir kemaluannya.
Demikian lihainya mulut ompong Pak Udin menjilati dan menyedot vagina
Sherin sampai membuat gadis itu menikmatinya. Sherin mendesis-desis dan
kakinya mengejang, dia mulai berani melihat ke bawah dimana
selangkangannya sedang dijilati dan dihisap-hisap oleh pria tua itu.
Lidah Pak Udin bergerak dengan lincah, kadang dengan gerakan lambat,
kadang cepat, kadang menjilati memutar di daerah itu sehingga tanpa
disadari Sherin merasa terbang ke awang-awang, tanpa disadari tangannya
meraih tangan Pak Udin dan meletakkannya pada payudaranya, tangan
keriput itupun langsung bekerja meremas dan memilin-milin putingnya.
Setelah setengah jam lebih sedikit, tubuh Sherin mengejang hebat, cairan orgasme meleleh dari liang vaginanya.
“Aahh…oohhh…!” Sherin mengerang panjang dalam orgasme pertamanya dengan si tukang kebun itu.
Pak Udin sengaja menghentikan jilatannya untuk mengamati lendir vagina
gadis itu yang membanjir sampai menetes ke lapisan kulit pada alat
fitness itu. Sebuah senyum mesum tergurat pada wajah tuanya, sepertinya
dia senang sekali berhasil menaklukkan nona majikannya seperti ini.
“Huehehe…gila banjir gini, Non juga konak yah, Bapak suka banget sama
mem*k Non, hhhmhh…ssllrrpp !” Pak Udin mengakhiri kata-katanya dengan
menghirup lendir vagina nona majikannya.
Mulutnya sampai menyedoti bibir vagina gadis itu sehingga membuat tubuhnya makin mengejang dan menambah nikmat orgasmenya.
“Hhmm..enak yah rasa pejunya, Bapak udah lama nggak ngerasain seperti
ini !” gumamnya sambil terus menghirup cairan orgasme Sherin.
Gairah Sherin dengan cepat bangkit kembali karena Pak Udin terus
menjilati vaginanya dan melahap cairan orgasmenya hingga habis
menyisakan bercak ludah di daerah selangkangan gadis itu. Gairah itu
menghapus sementara rasa marah dan jijik yang sebelumnya melingkupinya,
entah mengapa dia kini merasa ingin penis lelaki tua ini segera menusuk
vaginanya.
Jantung Sherin semakin berdebar-debar ketika kepala penis pria itu
menyentuh bibir vaginanya. Nuraninya menghendaki agar dirinya
memberontak dan kabur, tapi tubuhnya yang berkata lain malah
menggerakkannya untuk membuka kakinya lebih lebar. Dia melihat jelas
bagaimana penis pria itu memasuki vaginanya juga ekspresi puas di wajah
tuanya karena berhasil menikmati tubuh gadis cantik yang baru pernah
dirasakan seumur hidupnya.
“Hhsshhh…enngghh…me…mek Non seret…banget !” gumam tukang kebun itu disela-sela nafasnya yang memburu.
“Ahhh…Pak Udin…ooohh !” rintih Sherin menahan nikmat saat penis itu mulai bergerak menggesek dinding vaginanya.
Pak Udin mulai menggenjoti vagina nona majikannya itu dengan kecepatan
makin meningkat tapi tidak sebrutal Imron atau sopirnya dulu karena
faktor usia. Pak Udin pun nampaknya sadar akan hal ini sehingga dia
tidak mau menggenjotnya terlalu cepat agar tidak terlalu menghamburkan
tenaga dan dapat menikmati kenikmatan langka ini lebih lama. Sherin
sendiri mulai terhanyut oleh gaya Pak Udin yang khas itu. Tanpa disadari
dia menggerakkan tubuh bagian bawahnya menyambut hujaman-hujaman penis
Pak Udin.
Mata pria tua itu menatap kedua payudaranya yang turut bergoyang-goyang
mengikuti goyangan tubuhnya sehingga dia tidak bisa menahan diri untuk
tidak menjulurkan tangan kanannya meremasi benda itu sambil tangan yang
satunya tetap menyangga lutut gadis itu. Sherin nampak meringis-ringis
dan mendesah sambil sesekali menggigiti bibir bawah atau tangannya yang
terkepal.
“Balik Non, nungging !” perintah pria itu setelah 20 menitan dalam posisi yang sama.
Sherin kini berpijak dengan kedua lututnya dan tangannya bertumpu pada
alat sit-up itu. Pria itu melebarkan sedikit kakinya lalu kembali
memasukkan penisnya ke liang senggama gadis itu yang telah licin oleh
lendir.
Sherin merasakan sodokan tukang kebunnya ini kini terasa lebih bertenaga
dan lebih dalam sehingga tubuhnya lebih terguncang daripada sebelumnya.
Sambil menggenjot, kedua tangan keriputnya juga menggerayangi sepasang
payudara yang menggantung itu. Suara benturan antara pantat Sherin
dengan selangkangan pria itu bercampur baur dengan irama musik R&B
yang masih mengalun dari CD player.
“Aarhhh…terus Non, goyang terus !” erang pria itu dengan suara parau.
Sebagai gadis yang sudah berpengalaman soal seks, Sherin tahu bahwa
bajingan tua ini sudah mau klimaks. Maka dia pun merespon dengan
menggoyangkan pinggulnya lebih cepat. Benar saja, tak lama kemudian dia
merasakan adanya siraman hangat di dalam vaginanya. Pria itu mengerang
menikmati spermanya mengisi rahim anak gadis majikannya tersebut.
Genjotannya makin menurun kecepatannya hingga akhirnya berhenti dan
penisnya tercabut. Akhirnya pria tua itu duduk berselonjor di lantai
dengan nafas ngos-ngosan. Sherin terlalu seksi baginya sehingga dia
menggenjotnya terlalu bernafsu di saat-saat terakhir sehingga tenaganya
banyak terkuras.
Sherin buru-buru memunguti pakaiannya dan keluar dari ruangan itu
setelah terlebih dahulu mematikan cd-player. Dia menatap kesal pada pria
itu ketika melintas di depannya sementara Pak Udin sendiri hanya
tersenyum puas sambil mengatur nafasnya yang masih putus-putus. Sherin
langsung masuk ke kamarnya dan membanting pintu serta menguncinya.
Kurang ajar sekali tua bangka ini, marahnya, tidak disangka si tua itu
ternyata adalah paman dari bekas sopir yang pernah mempecundanginya
dulu.
Sekarang dirinya telah jatuh dalam kekuasaan bajingan tua ini tanpa
dapat berbuat apa-apa karena dia memegang kartu trufnya. Setelah air di
bathtub penuh, Sherin menaburkan sabun ke dalamnya hingga berbusa lalu
dia masuk ke dalam dan membasuh tubuhnya dari sisa-sisa persetubuhan.
Rasa lelah dari berolah raga dan persetubuhan tadi membuatnya merasa
ngantuk di dalam air hangat yang memberi kenyamanan itu sehingga tanpa
terasa dia mulai tertidur di bak.
Lebih dari setengah jam kemudian barulah dia terbangun karena ponselnya
yang diletakkan di pinggir bathtub berbunyi. Dia segera mengangkat
telepon dari mamanya yang mengabarkan mereka besok sore baru pulang dan
berpesan agar jaga diri di rumah, dan jangan lupa kunci rumah yang
benar. Betapa dongkolnya Sherin karena dengan demikian berarti dia tidak
bisa melepaskan diri dari Pak Udin hingga besok dan masih harus iklas
dikerjai orang tua itu.
Diapun bangkit dan keluar dari bak menyudahi mandinya. Setelah
mengeringkan tubuh dengan handuk dipakainya sebuah kaos longgar warna
biru muda dan celana pendek. Jam telah menunjukkan pukul setengah dua
ketika itu, diluar sana matahari sedang terik-teriknya. Sherin merasa
perutnya telah berbunyi minta diisi. Dibukanya pintu sedikit dan
melongokkan kepala keluar melihat keadaan, sepi…Pak Udin sepertinya
sedang di belakang sana.
Maka dia pun keluar dari kamar menuju ruang makan. Setelah menyendok
nasi ke piringnya, dibukanya tudung saji yang menutupi makanan di atas
meja makan dan diambilnya lauk secukupnya. Sepuluh menit kemudian, dia
pun selesai makan, lalu dibawanya piring dan gelas bekas itu ke tempat
cuci piring. Selagi mencuci piring, tiba-tiba dia merasa sebuah tangan
mendarat di pantatnya lalu meremasnya. Spontan diapun membalik badannya
dan menepis tangan itu.
“Kurang ajar !” omelnya dengan wajah cemberut.
“Siang Non, udah bangun yah, asyik kan tadi ?” goda Pak Udin sambil cengengesan.
Wajah Sherin langsung merah padam mendengarnya, memang tak dapat
dipungkiri walaupun tindakan pria ini bisa digolongkan sebagai
pemerkosaan dan merendahkan harga dirinya namun dia sendiri juga
menikmatinya. Ingin rasanya menghantamkan piring di belakangnya ke
kepala tua bangka ini hingga bocor, tapi nyalinya tidak sebesar itu. Dia
hanya bisa menepis tangan pria itu ketika hendak meraba dadanya lalu
mendengus kesal sambil melengos meninggalkannya. Tak lama kemudian
terdengar suara pintu dibanting dari kamarnya. Pak Udin sendiri hanya
tertawa-tawa melihat reaksi nona majikannya itu.
Di kamar Sherin menyetel cd-playernya keras-keras sambil menyalakan
sebatang rokok untuk melampiaskan kekesalan pada tukang kebunnya yang
brengsek itu. Setelah rokok itu habis setengah batang, tiba-tiba
terdengar ketukan di pintu. Dia kecilkan sedikit volume cd-playernya
lalu membuka pintu.
“Ngapain lagi sih Pak ?!” ujarnya ketus.
“Waduh…jangan judes gitu dong Non, ini Bapak cuma konak lagi nginget
yang barusan, kita main lagi dikit yuk Non, mumpung cuma kita duaan
disini” sahut Pak Udin.
“Nggak ah, tadi kan udah…pergi sana !” tolak Sherin dengan kesal seraya menutup pintu.
“Ayo dong Non jangan gitu ah…sebentar aja, tadi Bapak belum ngerasain
kont*l Bapak dimulut Non, ayo dong…yah !” Pak Udin menahan pintu itu
dengan setengah memohon dan setengah memaksa.
Pak Udin membuatnya tidak punya pilihan lain sehingga akhirnya dengan
terpaksa diiyakannya kemauan pria ini. Dengan berat hati dibiarkannya
pria itu masuk ke kamarnya. Sherin menghempaskan pantatnya hingga
terduduk di tepi ranjang tanpa melepas pandangan marahnya pada pria itu.
Pak Udin berdiri di hadapannya dan mulai melepaskan celananya. Setelah
celana panjangnya melorot jatuh, dia mengeluarkan penisnya yang sudah
menegang dari balik celana dalamnya.
“Ayo Non disepong yang enak !” Pak Udin menyodorkan penis itu pada nona majikannya.
Walau terbiasa melihat penis hitam dan dilecehkan seperti itu, namun
Sherin baru pernah berurusan dengan penis tua yang bulu-bulunya sudah
mulai beruban seperti yang satu ini sehingga ada rasa enggan untuk
mengoralnya. Sherin sadar bahwa itu adalah keharusan yang tidak bisa
ditawar-tawar lagi, maka dengan terpaksa dia mulai menggenggam penis
itu, terasa denyutan benda itu dalam genggamannya. Tanpa menunggu
perintah lagi dia mendekatkan wajahnya pada penis yang menodong wajahnya
itu. Lidahnya bergerak menyapu bagian kepalanya yang bersunat.
Pak Udin mengerang parau merasakan jilatan lidah gadis itu pada ujung
penisnya, tubuhnya bergetar sambil meremas rambut gadis itu. Seumur
hidupnya baru pernah pria tua itu merasakan yang namanya oral seks,
istrinya selalu menolak untuk melakukan hal itu, sehingga kehidupan
seksnya terasa hambar selama puluhan tahun menikah. Oral seks pertama
dengan gadis secantik nona majikannya ini memberinya sensasi luar biasa,
rasanya seperti kembali muda lagi sehingga dia melenguh tak karuan.
Penisnya kini sudah masuk ke mulut gadis itu, dia merasakan lidahnya
menggelikitik penisnya juga sensasi hangat dari air liurnya.
“Uhhh…enak banget Non, terus gituin yah…eeemm…jangan dilepas yah !” erangnya sambil memegangi kepala gadis itu.
Sherin melancarkan teknik-teknik mengoralnya, semakin hari dia semakin
terbiasa diperlakukan demikian di kampus, terutama yang paling sering
dengan Imron, sesekali dengan Pak Dahlan si dosen bejat itu atau pernah
juga dengan Pak Kahar, si satpam kampus yang tak bermoral. Dia
memaju-mundurkan kepalanya sambil mengulum penis itu, tangannya juga
ikut bekerja mengocok batangnya atau memijat buah pelirnya. Pria
setengah baya itu merasa semakin keenakan sehingga tanpa sadar ia
menggerak-gerakkan pinggulnya sehingga penisnya menyodoki mulut Sherin
seolah menyetubuhinya.
Kini Sherin berhenti memaju-mundurkan kepalanya dan hanya pasrah
membiarkan mulutnya disenggamai tukang kebunnya itu, kepalanya dipegangi
sehingga tidak bisa melepaskan diri. Kurang lebih sepuluh menitan
akhirnya Pak Udin mencapai puncak, dia mengerang tak karuan dan
menggerakkan pinggulnya lebih cepat sehingga membuat Sherin agak
kelabakan. Diiringi erangan keras, keluarlah spermanya di mulut Sherin.
Walaupun jijik karena aromanya yang cukup tajam, Sherin bisa juga
menelan habis cairan itu tanpa menetes keluar dari mulutnya.
Memang menghisap merupakan salah satu kelebihannya dalam hubungan seks.
Frans, pacarnya, juga sangat suka penisnya dioral olehnya, terkadang
kalau sudah mau orgasme dia minta padanya untuk dioral agar bisa keluar
di mulut dan merasakan hisapannya yang dahsyat itu. Setelah semprotannya
berhenti, dijilatinya juga sisanya yang blepotan pada batang itu hingga
bersih.
“Udah Pak…cukup sampai sini, sekarang keluar !” Sherin berdiri dan menyuruhnya keluar.
“Alah Non…masa sih segitu aja ? ayo dong biar Bapak muasin Non !” Pak
Udin mendekap tubuh Sherin dan tangannya bergerak ke bawah meremas
pantatnya.
Sherin meronta dan mendorong tubuh pria tua itu hingga dia terhuyung ke belakang hampir terjatuh.
“Udah dong Pak, saya bilang jangan sekarang, kenapa sih !?” kata Sherin setengah menghardik.
Pak Udin hanya tersenyum kecil sambil menaikkan kembali celananya.
“Ya udah ga apa-apa deh…dasar lonte…awas ya nanti !” dia lalu membalikkan badan dan keluar dari kamar.
Akhirnya Sherin berhasil juga menolak pria itu, tapi dia agak takut juga
mendengar perkataan terakhir Pak Udin yang bernada mengancam itu. Ya
sudahlah paling-paling digarap habis-habisan lagi dan disuruh tidur
bareng dengan si tua brengsek itu, toh yang seperti itu bisa dibilang
sudah menjadi hal biasa sejak dirinya menjadi budak seks. Sekarang ini
dia sedang tidak mood melakukan hal itu. Dia pun berbaring di ranjang
empuk itu sambil mendengarkan musik yang mengalun dari cd-player.
Matanya terpejam hingga tanpa terasa dia tertidur lagi.
Sekitar jam setengah empat, Sherin terbangun dari tidurnya karena ada
suara ketukan di pintu beserta suara Pak Udin memintanya membuka pintu.
“Huh, tua bangka itu lagi, dasar ga tau diri” omelnya.
“Ngapain lagi sih Pak, jangan kelewatan dong !” katanya dengan judes begitu nongol di depan pintu.
“Wes…wes…jangan marah-marah melulu dong Non, Bapak bukan mau ganggu Non,
itu ada orang dari pabrik dateng katanya mau ambil barang titipan tuan
!” kata Pak Udin kalem.
Sherin baru ingat memang sebelum pergi papanya pernah menitipkan dokumen
kerja dan sebuah CD yang dibungkus dalam amplop besar berwarna coklat.
Dia pun langsung menuju ke ruang kerja papanya setelah sebelumnya
menutup pintu kamar dengan setengah dibanting di depan tukang kebunnya
itu. Diambilnya amplop coklat yang dimaksud itu dari lemari meja papanya
dan dibawanya ke ruang tengah dimana orang suruhan papanya itu
menunggu.
Di sofa ruang tengah telah menunggu dua orang pria yaitu Pak Irfan,
salah satu staff papanya, seorang yang berpostur pendek berusia 40-an,
dan satunya adalah sopir pabriknya yang bernama Jabir, seorang pria
berkumis tebal dan tubuhnya padat berisi serta kulitnya hitam kasar
karena sering terbiasa bekerja di bawah sinar matahari.
“Sore Non Sherin” sapa Pak Irfan ramah, Jabir juga tersenyum menyapanya.
“Sore Pak” Sherin balas menyapa dan tersenyum kecil “Ini Pak , titipan dari papa, bener kan?”
“Ah…iya Non bener ini, makasih yah !” kata Pak Irfan seraya menerima amplop itu.
“Ada apa lagi Pak yang bisa saya bantu ?” tanya Sherin melihat mereka yang belum beranjak pergi.
Kedua pria itu terdiam sejenak saling pandang satu sama lain, lalu Pak Irfan berkata,
“Mmm…anu Non sekalian itu…THR nya ?”
“THR ? Kok mintanya ke saya, kan yang ngurus bagian pabrik ?” Sherin agak heran.
“Itu Non, THR spesialnya…kan Pak Udin juga dikasih, masa kita nggak ?” sambung Jabir si sopir pabrik.
Deg…Sherin terperanjat mendengar perkataan Jabir itu, apalagi ekpresi
mereka mulai berubah menyeringai mesum begitu melihat reaksinya.
“Brengsek…tua bangka mulut ember, keterlaluan banget sih !” makinya dalam hati.
“Nnngg….ma-maksudnya apa sih Pak ?” tanyanya gugup pura-pura tidak tahu apa-apa.
“Alah Non pura-pura bego aja” kata Pak Irfan sambil menggeser duduknya mendekati Sherin, “THR dari
Non, ini loh” katanya memegang paha gadis itu.
“Eeii…jangan kurang ajar yah !” bentak Sherin mendorong pria itu.
Tanpa diduga, Jabir telah berada di sebelahnya dan mendekap tubuhnya setelah dia mendorong Pak Irfan.
“Apa-apaan nih, lepasin saya, tolong…tolong…!!” jeritnya sambil meronta.
“Hus jangan teriak Non, ntar semua orang tau mau taro dimana mukanya…kan
kasian juga bapak Non, di pabrik dibilang apa ntar kalau anaknya ada
main sama tukang kebun hehehe !” kata Pak Irfan sambil tertawa-tawa.
“Iya Non, lagian kan udah mau hari raya, boleh dong sekali-sekali
nyenengin kita-kita yang udah kerja buat keluarga Non” timpal Jabir
“Hehe…gimana Non, kata Nurdin dulu Non suka keroyokan makannya Bapak
ajak mereka ngerasain Non, dijamin Non puas deh” kata Pak Udin yang
sudah berdiri di belakang sofa.
Sherin sadar bahwa kini dirinya benar-benar terjebak, tidak ada pilihan
lain lagi selain menuruti kemauan bejat mereka. Dipandangnya tiga wajah
mesum yang mengelilinginya dengan kesal, terutama Pak Irfan, bawahan
papanya yang telah dikenalnya sejak masih kecil itu tega-teganya berbuat
demikian terhadapnya, ternyata dia tidak berbeda dengan pria-pria lain
yang pernah memperkosanya, bermoral bejat.
Tangan pria itu kini memegangi pergelangan kakinya dan tangan lainnya
mengelusi betis hingga pahanya yang ramping dan mulus itu sehingga
darahnya mulai berdesir. Demikian pula Pak Udin dan Si Jabir yang
mendekapnya juga mulai menggerayangi tubuh bagian atas payudaranya dari
luar sehingga membuatnya menggeliat-geliat. Jantungnya berdetak dengan
kencang, adakah yang lebih buruk daripada melayani ketiga binatang
berwajah manusia ini, demikian katanya dalam hati.
“Ga kerasa Non udah dewasa yah, udah tambah cantik, tambah nafsuin” kata Pak Irfan sambil melepas celana pendek Sherin.
Jabir mengikuti tindakan Pak Irfan dengan melepas kaos gadis itu. Maka
kini tubuh Sherin yang putih mulus itu hanya tinggal memakai bra berenda
dan celana dalam yang keduanya berwarna putih, bulu kemaluannya nampak
terlihat melalui celana dalamnya yang semi transparan. Mata ketiganya
terbelakak melihat kemolekan tubuhnya, nampak jakun mereka bergerak
naik-turun dan pandangan mata mereka demikian bernafsu seperti srigala
lapar.
“Akhirnya bisa juga ngeliat bodynya Non Sherin, tiap kali saya konak
banget kalau liat Non pake baju seksi ke pabrik” kata Jabir.
“Misi yah Non, bapak mau nyusu dulu” Pak Udin yang sudah berpindah
tempat berjongkok di depan sofa meminta ijin seraya menyingkap cup bra
sebelah kanannya.
Tanpa ba-bi-bu lagi pria setengah baya itu langsung melumat payudara kanannya.
“Sshhh !” desis Sherin merasakan payudaranya dikenyoti.
Terasa sekali lidah bagian atas pria itu menggesek-gesek putingnya
seperti mengamplas sehingga benda itu makin menegang tanpa bisa
tertahan. Jabir yang dibelakangnya juga merangsangnya dengan ciuman dan
jilatan pada leher dan telinganya, telapak tangannya yang besar itu
menyusup masuk ke cup bra kirinya menyentuh kulitnya yang halus, segera
jari-jarinya memilin-milin putingnya setelah menemukannya. Sementara
itu, Pak Irfan di bawah sana sedang memegangi kaki kanannya agar tetap
terbentang sambil tangan satunya memainkan jari-jarinya mengosok-gosok
kemaluannya dari luar celana dalam.
Senyum pria itu makin lebar seiring dengan bercak cairan pada celana dalamnya yang makin lebar.
“Enak kan Non, sampe banjir gini” kata Pak Irfan yang semakin gencar menggerayangi selangkangannya.
Diserbu dari berbagai arah pada bagian sensitifnya seperti itu membuat
birahi Sherin mau tidak mau menggeliat bangkit. Dia pasrah saja
membiarkan ketiga pria itu menjarah tubuhnya. Jabir melumat bibir gadis
itu ketika kepalanya mendongak karena terangsang. Mata Sherin membelakak
ketika pertama kali bibir tebal pria itu menempel ke bibirnya namun
beberapa detik saja matanya kembali terpejam menikmati percumbuan.
Kumis tebal Jabir bergesekan dengan daerah sekitar mulut Sherin, namun
dia mengabaikannya dan terus menyambut ciuman si sopir pabrik itu,
nampak lidah keduanya saling beradu dan saling jilat. Sambil bercumbu,
tangan pria itu terus saja meremas-remas payudara kirinya. Pak Udin yang
berjongok di sebelahnya bukan saja melumat payudaranya, mulutnya
terkadang menelusuri bagian tubuh yang lain yang masih lowong
meninggalkan jejak air liur, tangannya pun turut menjamah-jamah
disana-sini.
Pak Irfan mendekatkan wajahnya pada selangkangan Sherin lalu menjulurkan
lidah menjilati bagian celana dalam yang basah itu sehingga tubuh gadis
itu menggeliat. Sungguh ketiga pria ini pikirannya telah buta oleh hawa
nafsu. Tuhan diatas sana pasti telah menghapus semua ibadah puasa
mereka yang telah dijalankan selama sebulan dan hampir mencapai tahap
akhir itu.
Pak Irfan menarik lepas celana dalam Sherin yang bagian tengahnya sudah
basah. Matanya langsung nanar melihat kemaluannya yang berbulu lebat dan
sudah becek itu. Sebelum melanjutkan mereka membaringkan tubuh gadis
itu di atas meja ruang tamu dari bahan kayu berukir dekat mereka.
Pak Udin menyingkirkan barang-barang diatasnya, Jabir melucuti branya
sehingga kini tubuh Sherin yang sudah telanjang bulat itu ditelentangkan
di atas meja dengan kedua kaki menjuntai ke bawah. Ketiganya menatapi
tubuh telanjang itu dengan pandangan penuh birahi. Pak Irfan nampaknya
tidak sabar lagi untuk segera menikmati, dia segera berlutut di antara
paha Sherin dan menaikkan kedua pahanya ke bahu lalu membenamkan
wajahnya di selangkangan gadis itu.
“Oohhh…!!” desah Sherin sambil menggeliat ketika lidah pria itu menyentuh bibir vaginanya dan menyeruak masuk seperti ular.
Lidah itu menari-nari dan menjilati vaginanya, dia merasakan suatu
perasaan yang sulit dilukiskan saat lidah pria itu menyentuh klitorisnya
sehingga dia hanya bisa mendesah lebih panjang dan tubuhnya
menggelinjang. Pak Udin dan Jabir masing-masing berdiri di kanan dan
kiri kepalanya, mereka membuka celananya masing-masing. Betapa
terpananya Sherin melihat penis Jabir yang demikian besar dan berurat
itu, ada mungkin ukurannya 20 cm. Dia merasakan penis itu bergetar di
tangannya ketika digenggam.
“Sepong Non, Pak Udin bilang Non nyepongnya enak !” perintah Jabir.
Walau kata-kata tidak senonoh itu terasa panas di kupingnya, namun
dimasukkan juga benda itu ke mulutnya. Dia membuka mulut
selebar-lebarnya untuk memasukkannya.
Sherin mengoral penis Jabir sambil tangan satunya mengocoki penis Pak
Udin. Kedua pria itu melenguh sambil merem-merem menikmati ‘adik’nya
dilayani oleh gadis itu. Rangsangan-rangsangan akibat jilatan Pak Irfan
pada vaginanya menyebabkan libidonya meninggi sehingga semakin baik pula
pelayanannya pada dua penis itu. Tak lama kemudian Pak Irfan merasa
puas menjilati vagina Sherin.Ketika dia bersiap hendak menyetubuhi putri
atasannya itu, tiba-tiba si Jabir menyela,
“Eh…tunggu-tunggu, jangan disodok dulu, gua mau nyicipin bentar mem*knya, pengen tau rasanya mem*k cewek cantik !”
“Sabar dong, semua dapet giliran kok, gua udah ga tahan nih !” kata Pak Irfan.
“Ayolah bentar aja, ntar kalau lu tusuk keburu bau kont*l, gua jadi ga selera” pinta Jabir sekali lagi.
Mereka bertiga tertawa-tawa mendengarnya, akhirnya Pak Irfan mengalah sedikit dan membiarkan Jabir menjilati vagina Sherin.
“Ya udah, sana nyepong, jangan lama-lama, abis ini gua nusuk duluan yah
!” kata Pak Irfan sambil membuka celananya dan berdiri di sebelah
Sherin.
Maka mulailah si kumis itu menjilati vaginanya, bukan hanya lidahnya
yang bermain, jarinya pun turut menusuk-nusuk sehingga tubuh Sherin
dibuatnya makin menggelinjang. Di saat yang sama Sherin kini melayani
penis Pak Irfan dan Pak Udin, tukang kebunnya.
Kedua tangan Sherin menggenggam penis itu, mengocok dan mengoralnya
secara bergantian. Karena keenakan, Pak Irfan memegangi kepala Sherin
ketika diemut penisnya, tidak rela kehilangan kuluman nikmat itu.
“Hehehe…bener kan kata saya, situ sampe ketagihan sepongan si Non ?” kata Pak Udin terkekeh melihat tingkah Pak Irfan.
“Iya toh…enak tenan bener sepongan Non…emmm…hati-hati Non, jangan kena gigi !” ucap Pak Irfan sambil merem-melek keenakan.
Dengan birahinya yang semakin naik, Sherin pun mulai menikmati
diperlakukan demikian, tidak nampak dirinya meronta seperti orang
diperkosa ataupun menangis seperti dulu waktu pertama kali di kampus
dulu, baginya yang seperti ini sudah biasa. Tiba-tiba tubuh Sherin
menggelinjang, dari mulutnya yang dijejali penis Pak Irfan terdengar
erangan tertahan. Rupanya dia telah mencapai orgasme akibat jilatan dan
permainan jari Jabir pada vaginanya.
Nampaknya Pak Irfan cukup pengertian dengan kondisinya dia melepaskan
sejenak penisnya dari mulut gadis itu. Ketiga pria itu kelihatan senang
melihat reaksinya saat mencapai orgasme itu. Si Jabir dengan rakusnya
melahap cairan orgasme yang membanjir dari vagina gadis itu.
“Ssrrpp…slurp….wuih, uenak banget pejunya si Non ini slluurpp !” komentarnya sambil mengisapi vagina Sherin.
Kedua paha mulus Sherin mengapit wajah pria itu karena tubuhnya yang
menegang dan merasa geli karena oral seks si kumis itu. Setelah beberapa
saat akhirnya gelombang orgasme itu reda, namun Jabir masih terus
mengisapi vaginanya hingga cairan orgasmenya habis dilahap.
Sherin terbaring bugil di meja itu dengan nafas terputus-putus setelah
mencapai klimaks barusan. Kedua buah dadanya nampak naik-turun seirama
nafasnya. Matanya melihat sekelilingnya dimana ketiga lelaki itu
manatapnya dengan mata nanar. Mereka membuka pakaiannya masing-masing
hingga bugil. Dia melihat tubuh si Jabir begitu padat dan berotot dan
dadanya ditumbuhi sedikit bulu.
“Gila…mampus dah gua !” keluhnya dalam hati membayangkan dirinya akan habis ‘dibantai’ ketiga orang itu.
Sesuai perjanjian, Pak Irfan menagih giliran pertamanya untuk
menyetubuhi Sherin. Dia langsung mengambil posisi diantara kedua paha
gadis itu dan mengarahkan penisnya.
“Uhhh…nikmat, seret, becek banget !” erangnya sambil menekan pelan-pelan penisnya memasuki liang senggama gadis itu.
Dengan cairan orgasme yang berfungsi sebagai pelumas, penis Pak Irfan
melesak masuk dengan lancar, ukurannya juga termasuk sedang sehingga
tidak terlalu sulit dalam melakukan penetrasi.
“Enak Pak ?” tanya Jabir setelah atasannya itu berhasil menancapkan seluruh penisnya pada vagina nona majikan mereka.
“Yo jelas toh, mana Non nya ayu gini lagi, uuhh bini gua aja kalah dah !” komentarnya.
“Dasar bajingan, istri sendiri diomongin gitu” omel Sherin dalam hati.
Tak lama kemudian Pak Irfan mulai menggoyangkan pinggulnya memompa gadis itu.
“Oohhh…oohh !” desah Sherin merasakan sodokan pria itu.
Jabir kini berjongkok di sebelahnya, lidahnya menjilati payudaranya dan
tangannya bergerilya menjamah-jamah bagian tubuh lainnya. Sementara itu
Pak Udin mendekatkan penisnya ke wajahnya. Tahu apa yang harus
dilakukan, Sherin meraih batang itu dan menjilatinya.
“Uuuhh…enak…enak…seret banget !” ceracau Pak Irfan sambil menggenjot Sherin.
Pria itu memaju-mundurkan pinggulnya sambil tangannya memegangi
pergelangan kaki gadis itu. Suara cek…cek…cek…terdengar dari
selangakangan mereka yang saling bertumbukkan. Sherin sendiri sedang
terlarut menikmati penis Pak Udin, penis itu dia jilati, sesekali
digosokkan ke wajahnya yang mulus, buah zakarnya dia pijati sehingga
pria setengah baya itu mengerang keenakan. , kalau saja jantungnya tidak
kuat mungkin saat itu dia sudah kena serangan jantung saking
berdebar-debarnya.
Si Jabir juga masih asyik bermain dengan payudara Sherin, wangi tubuh
gadis itu membuatnya semakin bernafsu menjilatinya, air liur dan bekas
cupangan memerah pun menghiasi kulitnya yang putih, terutama di daerah
payudara. Kumis si Jabir yang tebal itu terasa sangat menggelitik
tubuhnya dan memberinya sensasi plus di samping cupangan-cupangannya.
Sungguh nampak kontras sekali adegan seks di ruang tengah itu, seorang
gadis berparas cantik, berkulit putih mulus sedang digauli tiga orang
pria bertampang minus berkulit gelap kasar, juga berbeda status dan
rasnya. Sherin pun tidak bisa memungkiri bahwa seks liar seperti ini
memberinya kepuasan lebih daripada melakukannya dengan pacarnya.
“Uuhh…uhh…mau keluar Non…bapak buang di dalem ya !!” erang Pak Irfan
sambil mempercepat sodokannya karena sudah mau mencapai puncak.
Sherin tidak peduli lagi apapun yang dikatakan padanya, dia sedang
mengulum penis Pak Udin ketika itu. Lagipula kalaupun ia menolak buang
di dalam apakah Pak Irfan mendengarkannya. Pak Irfan memutar-mutar
penisnya dalam vagina Sherin seperti gerakan mengaduk adonan., lalu dia
menekannya dalam-dalam. Sherin merasakan cairan hangat menyemprot di
dalam vaginanya, banyak sekali sampai cairan itu meluber keluar dan
semakin membasahi selangakangannya. Genjotan Pak Irfan makin melemah
hingga akhirnya berhenti dan penisnya terlepas dari vaginanya.
“Wuihh…puas banget main sama si Non ini !” katanya dengan nafas ngos-ngosan.
“Payah, cuma segitu aja” kata Sherin dalam hati karena masih belum puas,
“Oh my God, apa yang gua pikir barusan ?” ia baru menyadari pikiran
tadi terlintas begitu saja di benaknya akibat birahi yang semakin naik
sehingga akal sehatnya semakin hilang.
“Gua…gua sekarang !” sahut Jabir yang sudah tak sabar menikmati
kehangatan tubuh Sherin, “tapi jangan disini dong, tempatnya sempit,
kita bawa ke kamarnya aja gimana, boleh yah Non, main di kamar Non aja,
OK ?”
Sherin hanya mengangguk lemah saja sebagai jawabannya. Maka mereka pun
segera membawanya ke kamarnya. Jabir menggendong tubuh telanjang Sherin
dengan kedua lengan kekarnya sambil berjalan mengikuti Pak Udin yang
menuntun mereka ke kamar gadis itu.
“Wah asyik yah kamarnya enak, ber-AC lagi !” komentar Pak Irfan begitu memasukinya.
“Main sama cewek cakep emang enaknya di tempat yang enak gini” timpal Jabir sambil menurunkan Sherin di ranjanganya.
Jabir langsung menyuruhnya nungging karena dia ingin melakukannya dengan
gaya doggie. Sherin yang masih belum puas dan masih ingin disetubuhi
menurut tanpa diperintah dua kali.
“Eenggh !” desahnya saat Jabir memenekankan kepala penisnya pada vaginanya, “jangan kasar-kasar dong Bang, sakit !”
“Sori Non, abis nafsu sih hehehe !” tawanya, sepertinya dia cukup menurut sehingga memperlembut proses penetrasi itu.
Sherin mengerang dengan wajah meringis dan sesekali menggigit bibir
karena penis Jabir yang besar dan berurat itu terasa sesak di vaginanya.
Tangannya terkepal erat sambil meremasi sprei di bawahnya. Sedikit demi
sedikit akhirnya penis hitam besar itu masuk juga seluruhnya ke dalam
liang vagina Sherin.
“Wuih, sempit banget nih mem*k Non, baru pernah loh saya ngerasain yang
gini !” komentar si kumis itu setelah berhasil menancapkan penisnya.
Beberapa saat kemudian mulailah dia menggerakkan pinggulnya menggenjot gadis itu.
“Aahh…ahhh…iyahh…aahh…enak !” Sherin mendesah dan tanpa sadar kata-kata itu terlontar begitu saja dari mulutnya.
Jabir yang mengetahui Sherin sudah terangsang berat itu semakin
bernafsu, frekuensi genjotannya semakin kencang, tangannya juga meremasi
pantat dan payudara gadis itu.
“Ternyata Non ini bener-bener lonte yah, awalnya nolak sekarang malah
keenakan hehehe !” ejek Pak Udin sambil meremas sebuah payudaranya.
Sherin tidak menghiraukan hinaan itu karena bukan hal baru baginya,
malah kata-kata merendahkan itu membuatnya makin bergairah. Dia turut
memacu tubuhnya bersama Jabir, seolah ingin penis itu menusuk lebih
dalam lagi. Dia mengalihkan pandangannya ke arah lain saat melihat
bingkai foto di bufet sebelah ranjangnya yang berisi foto studionya
bersama Frans, pacarnya.
Dalam foto itu keduanya tampak serasi dan mesra sekali, karena itulah ia
tidak sanggup menatapinya lama-lama karena keadaannya sekarang sangat
bertentangan dari di foto itu, ia malah menikmati hubungan terlarang
dengan orang-orang yang tidak seharusnya seperti ini, sungguh suatu
dilema baginya, dia masih mencintai Frans, namun dia juga telah
terperangkap dan diperbudak oleh hasrat liarnya yang semakin tak
terkendali sejak hasrat itu dilepaskan keluar oleh Imron.
Pak Udin kini mengangkat tubuh Sherin hingga posisinya kini berlutut
sambil tetap disetubuhi Jabir dari belakang, ia memeluk tubuh kerempeng
tukang kebunnya itu sebagai tempat bertumpu. Erangannya teredam setelah
pria itu melumat bibirnya, dia menciuminya dengan ganas sambil
menggerayangi payudaranya. Pak Irfan lalu bergabung dengan mereka, ia
memegang payudara Sherin yang satunya dan menciuminya, tangannya
menggerayangi bagian tubuh sensitif lainnya. Setelah Pak Udin melepaskan
ciumannya, ia masih harus beradu lidah dengan Pak Irfan yang
menggantikannya.
“Oohh…gila, ini sinting…tapi…tapi nikmat sekali !” Sherin mengalami pergumulan hebat dalam hatinya.
Sekitar setengah jam kemudian, Sherin mendesah makin keras, dia merasa
tubuhnya mengejang hebat dan dari vaginanya ingin mengeluarkan sesuatu
yang makin tak tertahankan.
“Aakkhh….aahhh…oohhh !” Sherin mendesah panjang sekali, ia mengalami
orgasme panjang yang membawanya pada puncak kenikmatan tertinggi.
Dia memeluk erat-erat tubuh Pak Irfan yang saat itu sedang menjilati
lehernya. Punggung pria itu sempat tergores sedikit oleh kukunya.
Setelah orgasmenya reda, mereka membaringkan tubuhnya di ranjang,
keringat sudah nampak membasahi tubuhnya. Jabir yang baru melepas
penisnya buru-buru menaiki wajah Sherin, tangannya menarik kepala gadis
itu sementara tangan lainnya memegang penisnya.
“Buka mulut Non, saya mau keluar di mulut Non !” suruhnya terbata-bata.
Jabir tidak bisa menahan spermanya lebih lama lagi, baru saja Sherin
membuka mulut dan kepala penisnya menyentuh bibir gadis itu, dia sudah
ejakulasi. Cairan spermanya yang kental itu sebagian masuk ke mulut
Sherin dan sebagian berceceran membasahi mulut gadis itu. Jabir
menjejali benda itu ke mulut Sherin tak peduli walau dia kelabakan
menerima penisnya yang besar dan memuncratkan sperma dengan deras.
Sherin meronta karena merasa tersiksa, namun tangan Jabir terlalu kokoh
menahan kepalanya. Terpaksa dia harus berusaha menelan sperma yang
menyemprot di dalam mulutnya sampai semprotannya berhenti dan batang itu
menyusut dalam mulutnya.
Sherin merasa lelah sekali tubuhnya basah oleh keringat dan sisa air
liur, cipratan sperma nampak pada hidung, dagu, dan terutama daerah
mulutnya. Jabir mencolek cipratan spermanya pada hidung Sherin lalu di
tempelkan ke bibirnya.
“Nih Non, sayang kalau mubazir, Non kan demen negak peju” katanya disambut tawa kedua pria lainnya.
Sherin pasrah saja membuka sedikit mulutnya membiarkan jari itu masuk
lalu diemutnya pelan. Ketiga pria itu cengengesan memandangi dirinya
yang telah terkulai lemas, komentar-komentar jorok keluar dari mulut
mereka.
“Sudah demikian hinakah gua ?” Sherin bertanya pada dirinya sendiri
dalam hati, dalam rasa terhina itu dia juga menikmati menjadi budak
seks, sungguh dilema yang rumit.
Pak Udin memberinya tisu dan air minum untuk menyegarkan diri, setelah
mengelap cipratan sperma di wajahnya, dia langsung menyambar gelas itu
dan meminum isinya hingga habis.
“Bisa kita mulai lagi Non ?” tanya Pak Udin.
“Jangan terlalu kasar dong, saya udah capek” jawabnya lemas.
“Ngga, kali ini santai aja, ayo dong Non…naik sini !” perintah Pak Udin yang berbaring telentang sambil menunjuk pada penisnya.
Sherin pun naik ke tubuh tukang kebunnya itu. Penis yang mengacung itu
digenggamnya dan diarahkan ke vaginanya. Kemudian ia menurunkan tubuhnya
perlahan-lahan.
“Ahhh….!” desahnya merasakan penis itu mengisi vaginanya.
Sebentar saja Sherin sudah menaik turunkan tubuhnya, kedua telapak
tangannya saling genggam dengan Pak Udin. Pak Irfan berdiri di ranjang
dan mendekatkan penisnya ke wajah gadis itu. Tahu apa yang akan diminta
pria itu, sebelum disuruh Sherin sudah menggenggam batang itu dan
membuka mulut. Dia mengoral penis itu sambil memacu tubuhnya.
Payudaranya yang ikut bergoyang-goyang itu membuat Jabir merasa gemas
sehingga dia mendekatinya dan mencaplok yang sebelah kanan.
“Sakit Bang, jangan gigitnya jangan keras gitu dong !” rintihnya karena
merasa nyeri putingnya digigit dengan keras oleh pria itu.
“Jangan nafsu gitu oi, ntar salah-salah kont*l gua kegigit gimana ?” kata Pak Irfan.
“Huehehe…sori abis bikin gemes sih, iya ane pelanin deh nih !” lalu dia menyapukan lidahnya pada puting itu.
Sapuan lidah itu membuatnya merasa lebih nyaman dan memberinya rangsangan setelah rasa nyeri barusan.
Pak Udin pun menjulurkan tangannya meremasi payudara gadis itu yang
sebelahnya, putingnya dia pilin-pilin sehingga makin mengeras.
Setelah merasa cukup dioral oleh Sherin, Pak Irfan siap menyetubuhinya
kembali. Dia menuju ke belakang dan membuka pantat gadis itu.
“Bapak cobain disini yah Non, pasti lebih seret !” pintanya.
“Tapi jangan kasar-kasar Pak” kata gadis itu.
Setidaknya Sherin merasa bersyukur karena yang meminta anal seks Pak
Irfan yang ukuran penisnya sedang-sedang saja, kalau Jabir yang minta
pasti sakitnya akan terasa selama beberapa hari. Setelah meludahi
duburnya Pak Irfan memulai proses penetrasinya.
“Sempit toh Pak ?” sahut Pak Udin dari bawah tubuh Sherin melihat Sherin dan pria itu merintih-rintih.
“Iya nih…uh sempit banget !” jawab Pak Irfan sambil terus menekan-nekankan penisnya.
Semenit kemudian akhirnya Pak Irfan berhasil memasukkan penisnya ke
dubur Sherin, dia mendiamkannya untuk beradaptasi dengan jepitannya yang
keras. Pak Udin menarik wajah gadis itu mendekati wajahnya untuk
berciuman. Di tengah percumbuannya dengan Pak Udin, Sherin merasakan
penis di duburnya mulai bergerak, Pak Udin pun mulai menggerakkan
pinggulnya lagi menusuk-nusuk vaginanya. Posisinya kini sedang
disandwitch oleh kedua tukang kebunnya dan bawahan papanya. Perbedaan
warna kulit yang mencolok membuatnya terlihat seperti daging bersih
dijepit dengan dua roti hangus.
Selain melakukan double penetration, tugas Sherin bertambah ketika Jabir
menjejalkan penisnya ke dalam mulutnya. Posisi serangan tiga arah itu
bertahan sekitar sepuluh menit sebelum Pak Udin dan Pak Irfan melepaskan
penisnya karena akan orgasme.
Mereka menelentangkan tubuhnya, dan berejakulasi di atasnya. Pak Irfan
menumpahkan spermanya di perut dan dadanya, sedangkan Pak Udin di mulut.
Jabir yang masih belum puas berlutut diantara kedua paha Sherin dan
menyutubuhinya sampai sepuluh menit berikutnya. Keduanya mencapai
orgasme secara berbarengan sperma Jabir muncrat di dalam vaginanya dan
Sherin sendiri menggelinjang hebat.
Dia harus mengakui bahwa Jabir benar-benar perkasa dibandingkan dengan
Pak Irfan atau Pak Udin, bahkan dengan Frans, pacarnya, mungkin
keperkasaannya bisa disejajarkan dengan Imron, si penjaga kampus itu.
Kamar itu hening selama beberapa menit, yang terdengar hanya dengusan
nafas kelelahan. Langit di luar sudah menguning, jam telah menunjukkan
pukul 5.40. Pak Irfan akhirnya turun dari ranjang dan masuk ke toilet di
kamar itu.
“Cabut yuk, udah sore lagi nih !” katanya pada Jabir yang lalu menggerakkan tubuhnya untuk bangkit.
“Udah ya Non, kita pulang dulu, makasih banget THRnya, lain kali lagi yah hehehe…!” pamitnya sambil meremas payudara Sherin.
“Go to hell lah…THR…THR !” omel Sherin dalam hati.
Setelah mereka berpakaian Pak Udin mengantarkan mereka keluar rumah dan membukakan pagar.
Setelah itu Pak Udin masih terus mengerjai Sherin mulai dari mandi
bareng hingga malamnya minta tidur bareng di kamarnya. Sherin tidak
punya pilihan lain selain mengiyakannya. Hari-hari berikutnya pun setiap
kali ada kesempatan Pak Udin selalu meminta jatah darinya. Sherin
sendiri walaupun merasa benci dan kesal juga diam-diam menikmatinya. Hal
itu tidak berlangsung terlalu lama karena dua mingguan setelah kejadian
itu, Pak Udin terjatuh dari bangku tinggi ketika sedang mengairi
tanaman di pot gantung.
Kepala belakangnya membentur lantai cukup keras dan berdarah sehingga
harus dirawat di rumah sakit. Hari ketiga di rumah sakit Sherin sengaja
datang membesuknya. Suasana kamar tempatnya dirawat tidak ada
siapa-siapa ketika itu, Sherin masuk dan mengunci pintu. Ia menatap
tajam dengan pandangan penuh dendam pada pria yang pernah melecehkan dan
merendahkannya itu yang kini tergolek tak berdaya di ranjang pesakitan.
Perlahan si sakit membuka matannya dan dia mengembangkan senyum melihat
siapa yang di sebelahnya.
“He…he…Bapak tau Bapak gak bakal hidup lebih lama lagi, tapi Bapak
puas…soalnya udah ngerasain kehangatan dari Non” katanya terputus-putus.
Sherin tetap diam tak bersuara apapun sejak tadi, lalu dia menundukkan
badan dan mendekatkan wajahnya ke wajah keriput pria itu. Bibir mereka
bertemu, membuka dan beradu lidah seperti hari itu. Namun tiba-tiba
Sherin menarik wajahnya dengan cepat. Pak Udin merasakan bantal di bawah
kepalanya ditarik dan tak sampai sedetik benda itu sudah berpindah
menutupi wajahnya.
Sherin menekan bantal itu keras-keras membekap wajah pria itu. Tubuh tua
itu meronta tapi tak lama sebelum akhirnya diam tak bergerak.
Setelahnya barulah Sherin melepaskan bantal itu, mata pria membuka
dengan tatapan kosong, nafasnya sudah tak terdengar lagi. Sherin menaruh
kembali bantal itu dibawah kepalanya.
“Salam buat iblis di neraka” katanya sambil menutup mata pria itu.
Setelah menyisir rambutnya, iapun keluar dari kamar itu dengan hati puas
telah membalaskan dendamnya. Keluarga Pak Udin di kampung menerima
santunan dari keluarga Sherin dan mereka menerima dengan ikhlas
kematiannya yang mereka anggap sebagai kecelakaan kerja itu.